http://2.bp.blogspot.com/-ZsWqmB5vX9I/T7CZm_VaFgI/AAAAAAAAAa4/jwGdHysQkEY/s1600/14052012%2528008%2529.jpg |
Formalitas gelar pendidikan di zaman sekarang ini memiliki peranan
penting untuk masa depan mahasiswa terutama di negara kita Indonesia.
Karena fungsi gelar yang begitu penting, maka ketika suatu gelar
pendidikan dirubah maka pasti akan menimbulkan kontroversi. Fenomena
pergantian gelar sebenarnya sudah sering terjadi sejak dulu. Kita ingat
kejadian digantinya gelar Doktorandus (Drs.) menjadi gelar sarjana
sesuai dengan bidang keilmuan. Dalam tema kali ini, tim Humaniush akan
mengangkat berita tentang rencana penggantian gelar S.Th.I (Sarjana
Teologi Islam) menjadi S.Ud. (Sarjana Ushuluddin).
Mengenai hal tersebut crew bulletin Human News, mencoba berbincang
dengan Kajur Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin Studi Agama dan
Pemikiran Islam (FUSAP), Bapak Ahmad Muttaqin yang baru saja dilantik
beberapa waktu lalu. Dalam perbincangan ringan itu beliau menyatakan
bahwa pergantian gelar tersebut benar adanya. Keputusan itu datang dari
Kementerian Agama Republik Indonesia. Meski begitu, sampai saat ini dari
pihak kampus masih berusaha mengajukan penolakan atas kebijakan
tersebut. “Sebenarnya kebijakan itu sudah lama turun, mengingat dari
awal gelar yang sudah berganti-ganti dari Drs, ke S.Ag dan S. THi,
sekarang harus diganti lagi dengan S. Ud.” Tutur Beliau kepada crew
buletin Human News.
Pak Muttaqin selaku ketua jurusan berpendapat, bahwa sebenarnya
penolakan yang paling kuat adalah penolakan yang datang dari pihak
kampus juga pihak mahasiswa secara sinergis. Karena, jika hanya pihak
kampus yang menyuarakan tapi mahasiswa diam maka pihak Kementerian Agama
(Kemenag) akan menganggap bahwa hanya universitas saja yang menolak
sedangkan mahasiswanya enjoy-enjoy saja dengan kebijakan tersebut
sehingga kekuatan kampus untuk menolak kebijakan itu tidak mendapat
respons yang serius dari pihak Kemenag.
Beliau menambahkan, seharusnya gelar akademis itu memiliki kejelasan
dari segi epistimologinya dan aksiologinya. Dalam pandangannya, penamaan
gelar akademis di Indonesia cenderung main-main, hanya mementingkan
kemudahan administratif tanpa meninjau lebih jauh sisi filosofisnya. Hal
ini dapat terlihat dari tidak jelasnya klasifikasi keilmuan penamaan
gelar akademik. Berkaca kepada pendidikan luar negeri, mereka memiliki
konsep yang jelas terkait penamaan gelar akademis. Konsep “Bachelor of…” mensederhanakan klasifikasi keilmuan.
Kembali ke pokok persoalan, “Jika kebijakan itu ditetapkan maka
dampak negative yang timbul adalah sulitnya ruang gerak mahasiswa dalam
dunia kerja setelah lulus. Minat para calon mahasiswa menurun,
kepercayaan diri, dan juga problem bagi jurusan yang ada di fakultas
tersebut terutama fakultas Ushuluddin sendiri juga akan menjadi masalah
yang direncanakan” Terang salah satu dosen FUSAP yang tidak mau disebut
identitasnya.
Senada dengan yang diungkapkan oleh salah satu dosen FUSAP di atas,
adalah Penjelasan Rafi’uddin, Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) FUSAP.
Menurutnya, “Setiap perubahan akan menuai pro-kontra, dan pasti
mengundang debat dan kritik pedas. Namun menyikapi perubahan nama gelar
di Fakultas ini, akan menghadirkan kegeliaan tiada tara. S. Ud, saya
pelesetkan menjadi Sarjana Usaha dagang, ini mampu memberi dampak
negative terhadap psikologi mahasiswa, saya yakin mahasiswa tidak akan
percaya diri dengan gelar baru yang diwacanakan kemenang tersebut.
Menurun hemat saya, seharusnya gelar itu, pihak Fakultas yang menentukan
dan bukan pihak kemenag ” tegasnya
Berbeda dengan paparan Ketua SEMA FUSAP di atas, pernyataan Ahmad
Baiquni, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat, Ia mengungkap “Perubahan gelar
bagi saya tak pantas menjadi hal yang patut dipersoalkan, sebagai
mahasiswa kualitas dan potensi diri lebih penting untuk diperjuangkan
lebih dari segala apapun. Sejatinya nama gelar tak berpengaruh terhadap
dunia kerja dan menjadi tolak ukur kesuksesan mahasiswa dalam
menuntaskan akademiknya. Tetapi potensi dan kualitas diri itulah yang
akan membawa mahasiswa pada kesuksesan dan harapan yang dicita-citakan.
Bagi saya, tugas sebagai mahasiswa selain Tri Dharma perguruan tinggi,
memperjuangkan potensi dan kualitas diri adalah melebihi dari sekedar
mengerjakan makalah dan tugas-tugas resume dari setiap materi kuliah ”
Tandasnya, sambil menampakkan senyum sumringah.
Beberapa pihak berpendapat, yang paling ideal adalah gelar yang
disandang oleh para mahasiswa kelak setelah menyelesaikan studi mereka
haruslah sesuai dengan jurusan mereka, dan gelar itu seharusnya bukanlah
dari faktor fakultas melainkan dilihat sisi akademisnya atau
keilmuannya. Jadi dengan begitu akan jelas keilmuan yang ada. Jika gelar
S.Ud. disandang oleh semua mahasiswa ushuluddin tentu tidak ada
perbedaan lagi antara mahasiswa jurusan Tafsir Hadits dengan jurusan
Aqidah Filsafat, identitas keilmuan oleh masing-masing jurusan tidak
terlihat lagi akan tetapi yang terlihat adalah dari fakultas apa.
Menurut Bapak Ustadi Hamzah, “Tentang kebijakan itu pihak kampus
menolak, dan sudah mengadakan penolakan tertulis melalui pihak
universitas, akan tetapi belum ada tanggapan lagi dari pihak Kemenag
mengenai penolakan yang pihak fakultas ajukan. Kebijakan itu belum bisa
diterapkan sekarang”. Tuturnya saat di wawancarai oleh crew buletin
Human News. “Dan sebetulnya penolakan mahasiswa terhadap kebijakan yang
diwacanakan oleh kemenag ini, cukup memberi dampak dan bisa jadi dapat
mengurung niat kemenag yang terbingkai dengan perubahan gelar di
beberapa jurusan pada beberapa Fakultas di lingkungan PTAIN ” Tambahnya
saat ditemui di kantornya Kamis (19/4) lalu.
Terkait masalah ini Dekan Fakultas Ushuluddin, Bapak Syaifan juga
ikut berkomentar. Namun Ia tetap memposisikan profesionalitas pada
dirinya yang menjabat sebagai Dekan Fakultas “Saya tidak mau
menginformasikan apa-apa dulu karena kami masih mengajukan penolakan
secara tertulis dan masih berusaha mengadakan pertemuan dengan pihak
Kemenag. Tentang kepastiannya pasti akan kami beritahukan,” ujar beliau
ketika ditemui di ruang dekanat fakultas Ushuluddin.
Sampai saat ini beberapa pihak merasa khawatir bila nantinya
keputusan ini dilaksanakan dengan tangan besi oleh Pihak Kementrian
Agama (Kememnag. Bila hal itu terjadi maka bukan saja identitas akademik
pendidikan Indonesia yang dipertanyakan, melainkan ini akan
mencerminkan bahwa tidak ada ruang dialog keilmuan yang demokratis di
tubuh pendidikan negeri ini.
http://humaniushlpm.wordpress.com/2013/05/08/s-ud-gelar-menggalaukan-mahasiswa/
May 8, 2013
S. Ud, Gelar meng”Galau”kan Mahasiswa
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar