Ushuluddin dan Tantangan Modernitas
Oleh: Ibn Khaira Aziz
Belakangan ini sejak berubahnya, IAIN menjadi UIN. Calon mahasiswa
baru, banyak yang tidak lagi tertarik dengan Fakultas-fakultas yang
tidak memiliki repotasi prospek kerja yang jelas. Mahasiswa baru saat
ini lebih melirik fakultas-fakultas yang memiliki prospek kerja yang
jelas. Fakultas Ushuluddin merupakan salah satu dari sekian Fakultas
yang jarang dimininati oleh mahasiswa saat ini.
Ironisnya, ada salah satu PTAIN yang sudah menghapus Fakultas
Ushuluddin, padahal Ushuluddin bisa dikata sebagai jantungganya PTAI.
Hal ini, dikarenakan Ushuluddin menawarkan ilmu-ilmu murni yang meliputi
akidah dan dasar-dasar Islam baik al-Qur’an dan Hadis. Filsafat yang
semua itu dianggap terlalu melangit dan tidak mampu menyentuh masyarakat
bumi. Terlepas dari itu ada sebagian kalangan ingin mengumpulkan
fakultas agama menjadi Fakultas Dirasah Islamiah dengan satu Jurusan
yaitu Jurusan Studi Islam.
Dengan adanya realitas seperti ini, Ushuluddin ditantang untuk
mempertahankan eksistensinya sebagai satu-satunya fakultas yang concern
dengan persoalan-persoalan ilmu murni. Ada klaim yang perlu
diklarifikasi dan ditanggapi secara serius oleh-orang-orang Ushuluddin
saat ini, Ushuluddin yang dulunya disinyalir sebagai Jantung PTAI
akhir-akhir ini dianggap fakultas Madsu yang hanya bisa memproduk Out
put yang prematur. Out put mahasiswa Ushuluddin saat ini hanya bisa
menjadi da’i-da’i momentuman yang tergantung pada musim semisal pada
bulan Ramdhan.
Mempunyai pekerjaan yang jelas, sekarang ini sangat diidamkan oleh
berbagai kalangan masyarakat negeri in, tak terkecuali mahasiswa.
Tragisnya lagi, akhir-akhir ini mempunyai pekerjaan yang mewah, semisal
menjadi PNS berhasil merasuki otak bangsa negeri ini. Bahkan para
Sarjana yang baru lulus dari Perguruan Tinggi banyak memburu itu, mereka
mengangga dengan menjadi PNS hidupnya bisa tenang sampai akhir hayat.
Sedangkan lulusan fakultas Ushuluddin hanya bisa mendaftar di beberapa
tempat saja, ruang lingkupnya sangat sempit sekali, padahal secara
kualitas lulusan dari fakultas ini mampu berkompetisi dalam berbagai
bidang.
Diakui atau tidak, pada awal trendnya FakultasUshuluddin menjadi
salah satu, Fakultas faforit yang mampu menyedot banyak peminat dari
berbagai lapisan masyarakat. Tentu saja hal tersebut dikarenakan
Fakultas ini menawarkan Ilmu-ilmu murni yang menuntut mahasiswanya
kritis menghadapi berbagai persoalan. Sehingga menjadi wajar jika
Ushuluddin masa lalu mampu melahirkan tokoh-tokoh dan pemikir-pemikir
yang produktif semisal, Mukti Ali (Mantan Rektor IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta), Harun Nasution (Mantan rektor IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta), Nurcholis Madjid (Pendiri Yayasan Paramadina), Jamal D Rahman
(Sasterawan).
Setidaknya beberapa tokoh di atas dijadikan motivasi dan daya tarik
bagi mahasiswa untuk masuk PTAI khususnya Fakultas Ushuluddin. Namun
sebab bergulirnya Modernitas masyarakat kita telah ditarik pada ruang
pragmatis dan praktis. Bahkan dunia pendidikan sekalipun juga diukur
dengan pragmatisme. Sehingga menjadi wajar, mereka memasuki Perguruan
Tinggi, Fakultas atau Jurusan yang menjanjikan pekerjan, kemudian semata
medapatkan uang. Hal ini memang bukan orientasi yang salah, namun
kesadaran akan profesi ini jangan dijadikan sebagai orientasi. Sehinga
penting kemudian mahasiswa Ushuluddin tidak hanya didik menjadi pekerja
tetapi juga didik untuk menjadi pemimpin yang tidak gampang diabaikan
oleh orang lain.
Sarjana Ushuluddin juga paling tidak bisa menjadi leder pada pada
bidangnya dan juga diharapkan mampu menjawab tantangan zaman, dengan
meningkatnya problematika kebangsaan, seperti komflik-komflik yang
sering kita dapatkan saat ini dan bernuansa keagamaan baik yang bersifat
vertical ataupun horizontal yang bertentangan dengan nilai-nilai etika
dan moral adanya penafsiran dan pemahaman agama yang sempit serta
minimnya pengetahuan agama orang lain, akhir-akhir ini kekerasan yang
terjadi intra dan antar umat beragama, suku dan budaya sebagai tanda
etika dan moral bangsa ini sudah mulai dipingirkan sehingga membuat
bangsa ini menjadi sorotan dunia. Beberapa persoalan tersebut adalah
medan kajian sarjana Ushuluddin, jadi mahasiswa Ushuluddin mempunyai
medan yang jelas, hanya saja SDMnya yang penting untuk dibangun sejak
dini.
Dapat dibayangkan Fakultas Ushuluddin dengan prodi Aqidah dan
Filsafat dengan concern pemikiran-filosofis diharapkan menjadi solutif
dari berbagai persoalan-persoalan kebangsaan yang kian hari semakin
kompleks. Tafsir Hadis diharapkan mampu menjawab tantangan zaman yang
mengelobal, problematika sosial yang semakin yang pelik dengan merujuk
pada al-Qur’an dan Hadis. Prodi Perbandingan Agama diharapkan mampu
mengatasi pemasalahan-permasalahan lintas suku dan Agama yang
akhir-akhir ini menjadi gejala sosial yang mengkecambah. Dan Prodi
Sosiologi Agama diharapkan mampu menumpas berbagai persoalan keagamaan
terkait dengan akidah-akidah yang berkembang saat ini, kemudian
diselesaikan secara resoludi konflik.
Terlepas dari semua dari semua itu, banyak kasus-kasus yang menjadi
medan kajian para sarjana Ushuluddin, seperti terorisme yang serta merta
menggunakan dalil al-Qur’an dan al-Hadits sebagai pijakan bagi
khalalnya, gerakan kekerasan yang dilakukan. Dengan berdalih bahwa,
jihad di jalan Allah adalah suatu kewajiban bagi umat muslimin untuk
dilakukan. Selain juga konflik-konflik yang terjadi dalam internal Islam
terkait dengan perbedaan tafsir, pemahaman terhadap kitab suci,
kampanye negara Islam Indonesia dan masih banyak yang lainnya.
Ushuluddin dengan jurusan yang ada semisal Aqidah dan Filsafat,
Perbandingan Agama mempunyai hak untuk membicarakan masalah itu,
menawarkan solusi tentunya menjadi harapan bersama bangsa ini.
Namun persoalannya adalah terletak pada mutu Ushuluddin saat ini,
apakah Ushuluddin saat ini sudah mempersiapkan mahasiswanya dengan bekal
kreatifitas dan produktifitas telah dilakukan? Menjawab pertanyaan
sederhana tersebut tentunya harus melibatkan berbagai element di
Fakultas ushuluddin, tidak bijaksana kemudian ketika hanya menumpuhkan
pada mahasiswa, demikian juga sebaliknya dipandang tidak arif jika hanya
di peruntukkan kepada pihak dekanat dan dosen. Namun ini adalah
persoalan bersama yang harus segera diselesaikan oleh orang-orang
Ushuluddin.
Tugas Mahasiswa Ushuluddin saat ini, salah satunya adalah menjaga
kesetabilitasan hubungan intra ataupun antar umat beragama di negeri
ini. Maka, kemudian tugas tersebut sulit tercapai tanpa adanya dukungan
dari pihak kampus, sebut saja profesionalisme dosen. Hal itu masih di
pandang kurang tanpa adanya dukungan moral dari pihak dekanat. Mungkin
bahasa sederhanya dekanat harus mensupport dana bagi mahasiswa
Ushuluddin untuk melakukan penbelitian-penelitian dan massifitas proses
kreatif.
)* Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar