“Iya, ada
apa?”
“Mbak, kalau
mau lihat skripsi di mana ya?”
“Owh, ruangan
skripsi? Dari pintu masuk Mas ke kiri, terus belok kanan, lurus aja, kemudian
belok kiri lagi. Nah, di situ ruangan skripsi.” Busyet! Ini benar-benar
labirin. “Bukan mahasiswa sini ya, Mas?”
“Eh, iya...
eh, bukan,” Rio gelagapan. Ketahuan ia belum pernah ke perpustakaan pusat.
“Makasih, Mbak.” Hancur dah reputasinya di depan cewek manis tadi. Padahal
dalam hatinya tadi pengen kenalan, siapa tahu beruntung tuh cewek jatuh hati
sama dia. Eh, mimpinya Rio di siang bolong, diaminin aja. Kasihan enam tahun di
kampus, gak ada cewek yang nyantol. Bukan karena gak ganteng, sih, tapi emang
kurang cakep!
Setelah
keliling-keliling, akhirnya ia menemukan ruangan skripsi tersembunyi si sudut
paling kiri perpustakaan. Lokasi yang membuatnya ngedumel dalam hati. Setengah
jam di ruangan itu, dengan mudah rasa bosan menyergapnya. Berkali-kali mulutnya
menganga. Bahkan, ia sempat tertidur di antara rak-rak itu dan terbangun karena
tepat di depannya sebuah skripsi jatuh.
Rio kembali,
ia menyudahi petualangannya di perpustakaan pusat. Ia menyimpulkan bahwa
pekerjaan mencari referensi itu membosankan. Titik. Gak pake koma-koma lagi.
***
Bimbingan
kali ini, Bu Yati dengan baik hatinya membelikan empek-empek dari kantin kampus.
Eh... tumben-tumbenan, pikir Rio. Yah, mudah-mudahan pertanda baiklah buat Rio.
“Biar kamu
semangat bimbingan. Mungkin ibu gak ngasih makan selama ini jadi kamu sedikit
lamban.” Ujar Bu yati. Rio mesem-mesem aja.
“Ah, ibu tau
aja...”
“Nah, kan,
nyambarnya cepat kalo bimbingan dikasih makan!”
“Ibu juga
baru ngasih tau sekarang, kalau dari dulu pasti tiap bimbingan saya sms ibu
dulu mau pilih makan apa?”
“Alhamdulillah,
artinya ibu gak perlu ngeluarin banyak biaya untuk membimbing kamu lagi.”
“Loh, kok?”
“Iya, ini bab
terakhir, kan? Kalau ibu acc, selesai skripsimu, tinggal sidang dan bla bla
bla…” Dubraakk.. Ibu ini masih perhitungan aja, gerutu Rio dalam hati.
Pempek
lenjer, kapal selam, adaan, dan semua jenis pempek terhidang di meja. Sesekali
Rio melirik pempek-pempek yang menggoda tangannya untuk meraihnya. Tapi, seolah
Bu Yati membaca pikirannya, setiap kali matanya melirik pempek-pempek itu, Bu
Yati akan berceloteh, “Fokus, fokus...”
“Oke, final.
Kamu sudah boleh sidang. Bab terakhir kamu saya acc.”
“Yeaahhh…!“
Rio kegirangan, tanpa sadar tangannya menyenggol cuka pempek dan tumpah ruah ke
kertas-kertas di atas meja. Sepiring pempek pun tak ayal jadi korban ketika
tangannya hendak menyelamatkan sang cuka.
Praaakkkk…
Pempek
berserakan di lantai. Cuka bergenangan di meja. Kertas-kertas entah berkas apa
berubah warna menjadi kecoklatan. Sedetik kemudian Rio dan Bu Yati terdiam.
“Rioooooooo……!!!”
Bu Yati akhirnya histeris dan tanpa sadar tangannya menjewer telinga Rio.
“Maaf, maaf,
Bbu.. gak sengaja, Bu,” Rio meringis.
Rio menelan
ludah, hilang sudah harapannya makan pempek hari ini. Ia mesti rela
membersihkan bekas cuka dan pempek yang berserakan di lantai.
“Bang Rio
sekarang udah kerja di sini, ya?” Seorang mahasiswi dengan polosnya bertanya
ketika melihat Rio membersihkan lantai ruang dosen.
“Sembarangan!
Lo kira gue OB, heh??? Gue lempar sama pempek ini, mau?”
“Eh, bang Rio
kok mendadak galak, mau dibantuin, Bang?”
“Wah, kalo
itu boleh dech, nih gantiin abang beresin lantai.”
“Gak,
maksudnya bantuin doa, Bang.”
“Pergi gak
loooooo!”
“Haha..
selamat bekerja, bang Rio...!”
Hari ini
memang melelahkan. Setelah semalaman begadang menyelesaikan skripsi, paginya
bimbingan dan ditutup bersih-bersih ruang dosen plus bonus disemprot Bu Yati
karena berkas-berkasnya turut terkena tumpahan cuka pempek.
***
Gue cuma
pengen wisuda dengan bahagia...
Tulis Rio di
status Facebook-nya. Dalam hitungan menit saja komentar demi komentar muncul.
Ema Lisnawati
Anak Bunda Emang: sekarang gak bahagia, Bang? Kan udah sidang?
Giovanni The
Rummi: Emang lu bisa bahagia juga, Yo?
Aristiawan:
Udah kagak usah pikirin yang gak ngebahagiain, enjoy aje, boy!
Winda Cuakep:
Tumben bang ngegalau? :D
Es Cendol
Tanto: Itu derita Lu Yo, menderita mulu! Xixixi.
Beragam
komentar muncul dan Rio enggan menanggapi. Dia pun merasa geli sendiri dengan
statusnya. Ini kali pertama ia bikin status yang sedikit galau. Tapi, pada
akhirnya ia menanggapi obrolan panjang teman-teman Facebook-nya dengan komentar
singkat: Gue
lagi nyari pendamping wisuda plus pendamping hidup, boy, capek ngejomblo
melulu. :D
***
Sore itu,
seminggu menjelang wisuda. Rio duduk di gazebo depan mushala, melepas lelah
setelah mondar-mandir mengurus semua urusan untuk wisuda.
“Bang
Rioooo... selamat yaaa! Traktirannya kapan?” Sarah menghampirinya dengan
sumringah dan senyum lebar dua centi kanan, dua centi kiri.
“Makan mulu,
lu! Gemuk dikit ngeluh terus nangis-nangis pengen diet.”
“Hahaha...
gak gitu juga kali, Bang.. Btw ngapain abang di sini?”
“Gak
ngapa-ngapain, istirahat aja abis muter-muter.”
“Muter-muter
hati Sarah ya, Bang?”
“Gak.
Muter-muter gerobak bakso! Ganggu aja nih anak. Pergi sana!”
“Eh, abang
lagi merhatiin ukhti-ukhti yang di mushala itu ya? Cieee, bang Rio, cieee...”
“Kepo lu!”
“Ngaku aja,
Bang. Cieee…”
“Pregi, lu,
gerah gue!”
“Bang, kalo
suka sama ukhti-ukhti, abang mesti jadi akhi-akhi dulu. Gimana si ukhti mau
sama abang, abang aja kayak gini? Lihat tuh penampilan abang, acak-acakan gitu.
Jangan-jangan gak mandi dua hari lagi?”
“Sembaranga,n
lu. Gini-gini gue mandi tiga kali sehari!”
“Bohong! Dosa
lho, Bang! Nambah si ukhti gak mau.”
“Udahan,
pergi sana, lu.”
“Hahaha...
Bang, laki-laki yang baik itu untuk wanita yang baik, begitu pula sebaliknya.”
Sarah beranjak dan meninggalkan Rio tercenung di gazebo. Mungkin ada benarnya
perkataan Sarah, bisa jadi karena itu juga ia tak laku-laku padahal ia selalu
bermimpi mendapatkan pendamping hidup seorang muslimah yang baik. Atau karena
jauh dari Allah juga skripsinya sekian semester tak laku-laku alias tak di-acc-acc
oleh dosen pembimbingnya, pikir Rio.
***
Rio mengambil
sajadah di lemarinya. Entah berapa lama sajadah ini tak ia pakai. Sehelai
sarung dan kopiah pemberian ibunya pun telah lama sekali tak ia gunakan. Senja
ini, jelang Maghrib, ia mengguyuri tubuhnya dengan air dan berwudhu.
Azan Maghrib
berkumandang dan Rio melangkahkan kaki menuju masjid yang tak begitu jauh dari
kostannya. Dengan senyum sumringah, ia masuk ke masjid tanpa menghiraukan
teriakan seorang laki-laki di belakangnya. Ia masuk pintu masjid dan langkahnya
terhenti.“Kok isinya cewek semua?”
“Maaf, Mas,
pintu cowoknya di sana. Mari...” Dari belakang suara seorang laki-laki
mengejutkannya. Ia melangkah, masih ia dengar cekikikan dari belakang. Mungkin
Allah menghukumku atas kelalaianku selama ini, bisa jadi ini belum seberapa,
pikir Rio.
Hari ini
sujud pertamanya setelah sekian sujud ia tinggalkan. Sebuah janji ia ikrarkan
kepada dirinya sendiri, ia akan menjadi muslim yang lebih taat lagi.
Inderalaya,
25 November 2013
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar