Lika-liku Laki-laki Tak Laku-laku (Bagian 1)

Posted by Unknown On 18.29 No comments



                                                Penulis: Nurul Badriah

Di gazebo kampus Universitas Lika-Liku Kehidupan (disingkat Unilik), seorang laki-laki duduk termenung.  Salah satu kakinya ia tekukkan dan dengan alas kedua punggung tangannya ia meletakan dagu di atas lututnya. Garis wajahnya tampak begitu letih. Wajahnya pun tampak lebih tua dibandingkan mahasiswa kebanyakan. Maklum, tahun ini adalah tahun keenam ia berada di kampus Unilik. Semua teman angkatannya sudah lulus, bahkan ada yang sudah punya  4 anak. Ia masih punya jatah satu tahun di kampus yang sangat ia cintai itu. Namun, jika menurut kehendaknya, ia tak ingin meninggalkan kampus yang penuh kenangan indah itu.
“Bang Rio, lagi ngapain? Ye, lagi ngelamun apaan, tuch?” Wiwin, adik tingkat di program studinya membuyarkan lamunan laki-laki itu.
“Eh, adek. Lagi ngelamunin adek.”
“Mulai dech. Wiwin tuh ga suka digombalin, tau, gak?”
“Meskipun Wiwin gak suka, Wiwin tetap jadi inspirasi Abang.”
“Halah, Abang tuh gak berhenti-berhenti gombalnya, tapi  gak dapet-dapet pacar.”
“Eits, gini-gini Abang gak mau pacaran. Abang mau ta’aruf aja sama ukhti-ukhti yang pake jilbab lebar itu.”
“Jiaah, parah. Gimana mau ta’aruf sama ukhti-ukhti, Abang  aja gak jadi akhi-akhi.”
“Wiwin lari saja sana. Abang lagi mau sendiri.”
“Iihhh, bener-bener lagi galau kayaknya, nih?”
“GALAU = God Always Listening Always Understanding.”
“Eh, tumben Abang beres. Apa udah mau jadi akhi-akhi, ya?”
“Pergi ga luuu!”
“Takuuuuut, Bang Rio udah mau ngeluarin taringnya.” Wiwin melet ke arah Rio dan berlari menuju mushala yang tak jauh dari gazebo.
Rio cuek saja. Anak kecil, pikirnya. Tapi, sejenak ia tercenung dengan kata-kata Wiwin. Mungkin Wiwin benar juga. Ia harus berubah. Tapi, apa tidak terlambat? Ia sudah mahasiswa semester banyak. Ia menghela nafas panjang.
“Bang Rio, ngapain sendirian di situ?” Kini Teti, anak program studi Sejarah menyapanya.
“Lagi istirahat, Ti, abis jalan jauh tadi, sesat pula.”
“Emang jalan ke mana, Bang? Kok bisa sesat?”
“Jalan ke hatimu.”
“Yaelah, lurus aja Bang kalo jalan ke hati Teti.”
“Iya, tapi tadi tuh banyak candi-candi, terus banyak manusia purba juga, jadi sulit nemuin hati Teti.”
“Wah, bau-baunya gak enak, nih, ujungnya kalo udah ngomong gitu. Teti duluan aja dech, Bang. Daaa....” Potong Teti. Kali ini, ia tak perlu mengusir seperti Wiwin. Teti sudah lari duluan.
Sepertinya belum lama Rio duduk di gazebo ini. Sudah ada penggangu-pengganggu yang membuat kepalanya puyeng. Dari kejauhan ia melihat seorang gadis mungil berjilbab biru muda menuju mushola. Sepertinya ia memang harus segera lari dari tempat ini. Gadis itu pasti akan lebih mengacaukan harinya.
***
“Sarah, kamu suka ke taman, ya?”
“Kok tahu, Bang?”
“Karena kamu udah bikin hati Abang berbunga-bunga.”
“Wah, Abang ada-ada aja, Sarah jadi malu.”
“Eh, Sarah. Kok hati Abang begetar, ya?”
“Karena deket Sarah, kali, Bang?”
“Eh, gak ding, ternyata HP Abang yang bergetar.”
“Hahaha… Abang bikin suasana ancur aja. Udah bagus-bagus dialognya. Masak ujungnya gitu?” Sarah, gadis mungil itu tertawa lepas mendengar akhir dialognya dengan Rio. Rio memang pasangan gombal yang pas untuknya.
“Abang udah mau ke jurusan, Sar, mau nemui Bu Yati. Mau bimbingan.”
“Bimbingan apa, Bang? Skripsi?”
“Bukan, bimbingan biar dapet hatimu.”
“Jiaah...!”
“Abang pegi dulu, ya?”
“Hati-hati, Abang.”
Di jurusan Budaya dan Seni, Program Studi Seni Lukis. Rio duduk berhadapan dengan Bu Yati. Dosen pembimbing skripsinya.
“Rio, kamu mau sampai kapan bertahan di kampus ini?”
“Sampai hati ibu luluh.”
“Ckckck, apa-apaan kamu, Yo? Kamu ini, ibu dapet laporan. Kamu sering ngegombalin adik-adik tingkat kamu, ya?”
“Galau, Bu. Skripsi ga, kelar-kelar, istri gak dapet-dapet, ibu gak acc-acc Bab I saya, hati ibu gak luluh-luluh liat wajah saya,”
“Masya Allah, baru kali ini, Nak, ibu dapet mahasiswa bimbingan yang rada-rada aneh.”
“Bukan aneh, Bu, tapi unik.”
“Ya, terserah kamu lah. Pokoknya besok apa yang ibu coret hari ini sudah diperbaiki. Ibu kebetulan besok ada di kampus.”
“Cepet banget, Bu?”
“Kamu ini, kemarin-kemarin udah dikasih kesempatan utnuk nyantai, sekarang gak ada lagi kesempatan untuk nyantai.”
“Iya, ampun, Bu, besok saya ngadep lagi.”
“Ibu tunggu besok di sini.” Tegas Bu Yati, dosen pembimbing Rio yang super duper sabar itu.
***
Rio keluar ruang dosen dengan wajah sumringah. Bagaimana tidak, Bu Yati akhirnya meng-acc Bab I skripsinya! Dunia rasanya dipenuhi bunga-bunga, mawar, melati, semuanya indah. Loh?! Kemudian ia layaknya aktor India yang bernyanyi serta menari di tengah-tengah taman, memutari tiang listrik, dan hujan-hujanan. Ups! Kali ini kok benar-benar basah?
“Eh, sialan lo, Ko! Mengacaukan suasana hati gue aja!” Umpat Rio yang mendapati Koko, teman yang senasib dengannya itu menyemprotnya dengan air minum mineral.
“Hahaha... lo juga sich, jalan sambil senyum-senyum sendiri, gue kira lo kesambet tadi.”
“Enak aja, lo, gini-gini gue rajin sholat, rajin ngaji, rajin...”
“Bohong lu! Terus apa hubungannya?” Potong Koko.
“Pacaran!” Rio ngedumel dan meninggalkan Koko kebingungan sambil garuk-garuk dada.
Rio melangkahkan kaki menuju gazebo depan mushala. Sejak gazebo ini dibangun, ia merasa jiwanya telah tertaut di sini. Sudah banyak banget cerita tentang lika liku hidupnya di kampus Unilik yang ia tumpahkan di sini. -ukan mencoret-coret. Bukan, tapi ia hanya ngomong dengan tiang gazebo!!! Hari ini ia mau ngomong, bab I udah di acc bu Yati!!! Yeaaah… setelah sekian semester akhirnya ia melewati tantangan di bab I. 
***
Wisuda ke 109 Unilik akan dilaksanakan dua bulan lagi. Tapi, ia baru berada di bab III, itu pun sudah bolak-balik ruang dosen 3 kali sehari untuk bimbingan tapi masih belum di-acc.
“Kamu ke perpustakaan pusat, cari skripsi yang mirip-mirip sama punya kamu.” Bu Yati mengakhiri bimbingan ke-tiganya hari ini.
“Iya, Bu.” 
Tanpa ba-bi-bu, Rio menuju perpustakaan pusat. Menaiki anak tangga sambil menghitungnya itu sesuatu, ya? Rio tiba-tiba merasa hebat sebab ia sudah tahu jumlah anak tangga perpustakaan pusat. Totalnyaaa... ada 10 anak tangga, saudara-saudari! Di anak tangga terakhir, Rio meloncat dan teriak memasuki pintu perpustakaan sambil mengangkat tangan kanan yang ia kepalkan. “Yeaaaaaah!!!”
Taraaa… kok perpustakaan pusat ada anak-anak yang lagi melingkar? Salah satu di antaranya ada yang menulis di papan tulis. Isinya:
Rapat DPM KM Unilik
Wadaaaaw... Rio salah masuk ruangan, saudara-saudari! Ia malah masuk sekret Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Unilik yang berada tepat di belakang perpustakaan pusat! Apa yang terjadi dengan Rio? Semua mata tertuju padanya dan rapat pun terhenti. Rio mematung dengan satu tangan masih di atas persis patung Liberty.
“Maaf, ada apa, Mas?” Tanya seorang mahasiswa yang tadi menulis di papan tulis. “Ada yang bisa kami bantu?”
Rio menurunkan tangannya pelan-pelan, “Saya, saya mau numpang lewat.” Jawab Rio asal. “Ya, saya mau numpang lewat, saya mau ke perpustakaan pusat, lewat sini bisa?”
“Owh, iya bisa, Mas. Cuma pintunya lebih sering ditutup karena ruangan ini sekret kami. Kenapa gak lewat pintu depan aja, Mas?”
“Gka ada sensasinya, lewat sini lebih oke kayaknya.” Rio asal-asalan.
“Owh, silahkan, Mas. Den, buka pintu samping, mas ini mau lewat.” Perintahnya dengan salah satu di antara mereka yang berada di dekat pintu.
“Permisi, permisi...” Rio membungkuk lewat sambil menenteng sepatu tanpa berdosa di depan orang-orang yang sedang rapat.
Haha... Rio baru tahu, tangga belakang perpustakaan pusat ternyata bukan untuk pintu masuk perpus, melainkan sekretariat salah satu ormawa di kampusnya. Tanpa dosa, ia melenggang menuju ruangan di perpus. Wadawww... ini perpustakaan apa labirin? Ia bahkan tak tahu harus ke kanan atau ke kiri. Terpenting bukan ke depan, soalnya itu pintu keluar.
Dengan insting yang dirasa jitu, akhirnya ia memilih jalur kiri. Jalan entah berapa meter, ia menaiki tangga, dan disana ia menemukan ruangan yang ada bukunya. Dengan percaya diri tingkat tinggi, ia masuk ruangan dan duduk manis depan seorang cewek manis.
Baru lima menit, ia merasakan keanehan, saudara-saudari! Ia tak menemukan skripsi bahkan buku-buku pun tak ada. Hanya sekumpulan tulisan dan sejenis majalah di ruangan ini.
“Mbak, mbak, mau tanya.” Rio memberanikan diri mengajak cewek di depannya bicara.
 Bersambung...........................
from: Annida Online
 http://annida-online.com/artikel-8664-likaliku-lakilaki-tak-lakulaku.html




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar: