Penulis: Nurul
Badriah
Di gazebo kampus Universitas Lika-Liku Kehidupan (disingkat Unilik), seorang
laki-laki duduk termenung. Salah satu kakinya ia tekukkan dan dengan alas
kedua punggung tangannya ia meletakan dagu di atas lututnya. Garis wajahnya tampak
begitu letih. Wajahnya pun tampak lebih tua dibandingkan mahasiswa kebanyakan.
Maklum, tahun ini adalah tahun keenam ia berada di kampus Unilik. Semua teman
angkatannya sudah lulus, bahkan ada yang sudah punya 4 anak. Ia masih
punya jatah satu tahun di kampus yang sangat ia cintai itu. Namun, jika menurut
kehendaknya, ia tak ingin meninggalkan kampus yang penuh kenangan indah itu.
“Bang Rio, lagi ngapain? Ye, lagi ngelamun
apaan, tuch?” Wiwin, adik tingkat di program studinya membuyarkan lamunan
laki-laki itu.
“Eh, adek. Lagi ngelamunin adek.”
“Mulai dech. Wiwin tuh ga suka digombalin,
tau, gak?”
“Meskipun Wiwin gak suka, Wiwin tetap jadi
inspirasi Abang.”
“Halah, Abang tuh gak berhenti-berhenti
gombalnya, tapi gak dapet-dapet pacar.”
“Eits, gini-gini Abang gak mau pacaran. Abang
mau ta’aruf aja sama ukhti-ukhti yang pake jilbab lebar itu.”
“Jiaah, parah. Gimana mau ta’aruf sama
ukhti-ukhti, Abang aja gak jadi akhi-akhi.”
“Wiwin lari saja sana. Abang lagi mau
sendiri.”
“Iihhh, bener-bener lagi galau kayaknya, nih?”
“GALAU = God Always Listening Always
Understanding.”
“Eh, tumben Abang beres. Apa udah mau jadi
akhi-akhi, ya?”
“Pergi ga luuu!”
“Takuuuuut, Bang Rio udah mau ngeluarin
taringnya.” Wiwin melet ke arah Rio dan berlari menuju mushala yang tak jauh
dari gazebo.
Rio cuek saja. Anak kecil, pikirnya. Tapi,
sejenak ia tercenung dengan kata-kata Wiwin. Mungkin Wiwin benar juga. Ia harus
berubah. Tapi, apa tidak terlambat? Ia sudah mahasiswa semester banyak. Ia
menghela nafas panjang.
“Bang Rio, ngapain sendirian di situ?” Kini
Teti, anak program studi Sejarah menyapanya.
“Lagi istirahat, Ti, abis jalan jauh tadi,
sesat pula.”
“Emang jalan ke mana, Bang? Kok bisa sesat?”
“Jalan ke hatimu.”
“Yaelah, lurus aja Bang kalo jalan ke hati
Teti.”
“Iya, tapi tadi tuh banyak candi-candi, terus
banyak manusia purba juga, jadi sulit nemuin hati Teti.”
“Wah, bau-baunya gak enak, nih, ujungnya kalo
udah ngomong gitu. Teti duluan aja dech, Bang. Daaa....” Potong Teti. Kali ini,
ia tak perlu mengusir seperti Wiwin. Teti sudah lari duluan.
Sepertinya belum lama Rio duduk di gazebo ini.
Sudah ada penggangu-pengganggu yang membuat kepalanya puyeng. Dari kejauhan ia
melihat seorang gadis mungil berjilbab biru muda menuju mushola. Sepertinya ia
memang harus segera lari dari tempat ini. Gadis itu pasti akan lebih
mengacaukan harinya.
***
“Sarah, kamu suka ke taman, ya?”
“Kok tahu, Bang?”
“Karena kamu udah bikin hati Abang
berbunga-bunga.”
“Wah, Abang ada-ada aja, Sarah jadi malu.”
“Eh, Sarah. Kok hati Abang begetar, ya?”
“Karena deket Sarah, kali, Bang?”
“Eh, gak ding, ternyata HP Abang yang
bergetar.”
“Hahaha… Abang bikin suasana ancur aja. Udah
bagus-bagus dialognya. Masak ujungnya gitu?” Sarah, gadis mungil itu tertawa
lepas mendengar akhir dialognya dengan Rio. Rio memang pasangan gombal yang pas
untuknya.
“Abang udah mau ke jurusan, Sar, mau nemui Bu
Yati. Mau bimbingan.”
“Bimbingan apa, Bang? Skripsi?”
“Bukan, bimbingan biar dapet hatimu.”
“Jiaah...!”
“Abang pegi dulu, ya?”
“Hati-hati, Abang.”
Di jurusan Budaya dan Seni, Program Studi Seni
Lukis. Rio duduk berhadapan dengan Bu Yati. Dosen pembimbing skripsinya.
“Rio, kamu mau sampai kapan bertahan di kampus
ini?”
“Sampai hati ibu luluh.”
“Ckckck, apa-apaan kamu, Yo? Kamu ini, ibu
dapet laporan. Kamu sering ngegombalin adik-adik tingkat kamu, ya?”
“Galau, Bu. Skripsi ga, kelar-kelar, istri gak
dapet-dapet, ibu gak acc-acc Bab I saya, hati ibu gak luluh-luluh liat wajah
saya,”
“Masya Allah, baru kali ini, Nak, ibu dapet
mahasiswa bimbingan yang rada-rada aneh.”
“Bukan aneh, Bu, tapi unik.”
“Ya, terserah kamu lah. Pokoknya besok apa
yang ibu coret hari ini sudah diperbaiki. Ibu kebetulan besok ada di kampus.”
“Cepet banget, Bu?”
“Kamu ini, kemarin-kemarin udah dikasih
kesempatan utnuk nyantai, sekarang gak ada lagi kesempatan untuk nyantai.”
“Iya, ampun, Bu, besok saya ngadep lagi.”
“Ibu tunggu besok di sini.” Tegas Bu Yati,
dosen pembimbing Rio yang super duper sabar itu.
***
Rio keluar ruang dosen dengan wajah sumringah.
Bagaimana tidak, Bu Yati akhirnya meng-acc Bab I skripsinya! Dunia rasanya
dipenuhi bunga-bunga, mawar, melati, semuanya indah. Loh?! Kemudian ia layaknya
aktor India yang bernyanyi serta menari di tengah-tengah taman, memutari tiang
listrik, dan hujan-hujanan. Ups! Kali ini kok benar-benar basah?
“Eh, sialan lo, Ko! Mengacaukan suasana hati
gue aja!” Umpat Rio yang mendapati Koko, teman yang senasib dengannya itu
menyemprotnya dengan air minum mineral.
“Hahaha... lo juga sich, jalan sambil
senyum-senyum sendiri, gue kira lo kesambet tadi.”
“Enak aja, lo, gini-gini gue rajin sholat,
rajin ngaji, rajin...”
“Bohong lu! Terus apa hubungannya?” Potong
Koko.
“Pacaran!” Rio ngedumel dan meninggalkan Koko
kebingungan sambil garuk-garuk dada.
Rio melangkahkan kaki menuju gazebo depan
mushala. Sejak gazebo ini dibangun, ia merasa jiwanya telah tertaut di sini.
Sudah banyak banget cerita tentang lika liku hidupnya di kampus Unilik yang ia
tumpahkan di sini. -ukan mencoret-coret. Bukan, tapi ia hanya ngomong dengan
tiang gazebo!!! Hari ini ia mau ngomong, bab I udah di acc bu Yati!!! Yeaaah…
setelah sekian semester akhirnya ia melewati tantangan di bab I.
***
Wisuda ke 109 Unilik akan dilaksanakan dua
bulan lagi. Tapi, ia baru berada di bab III, itu pun sudah bolak-balik ruang
dosen 3 kali sehari untuk bimbingan tapi masih belum di-acc.
“Kamu ke perpustakaan pusat, cari skripsi yang
mirip-mirip sama punya kamu.” Bu Yati mengakhiri bimbingan ke-tiganya hari ini.
“Iya, Bu.”
Tanpa ba-bi-bu, Rio menuju perpustakaan pusat.
Menaiki anak tangga sambil menghitungnya itu sesuatu, ya? Rio tiba-tiba merasa
hebat sebab ia sudah tahu jumlah anak tangga perpustakaan pusat. Totalnyaaa...
ada 10 anak tangga, saudara-saudari! Di anak tangga terakhir, Rio meloncat dan
teriak memasuki pintu perpustakaan sambil mengangkat tangan kanan yang ia
kepalkan. “Yeaaaaaah!!!”
Taraaa… kok perpustakaan pusat ada anak-anak
yang lagi melingkar? Salah satu di antaranya ada yang menulis di papan tulis.
Isinya:
Rapat DPM KM Unilik
Wadaaaaw... Rio salah masuk ruangan, saudara-saudari!
Ia malah masuk sekret Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Unilik yang
berada tepat di belakang perpustakaan pusat! Apa yang terjadi dengan Rio? Semua
mata tertuju padanya dan rapat pun terhenti. Rio mematung dengan satu tangan masih
di atas persis patung Liberty.
“Maaf, ada apa, Mas?” Tanya seorang mahasiswa
yang tadi menulis di papan tulis. “Ada yang bisa kami bantu?”
Rio menurunkan tangannya pelan-pelan, “Saya,
saya mau numpang lewat.” Jawab Rio asal. “Ya, saya mau numpang lewat, saya mau
ke perpustakaan pusat, lewat sini bisa?”
“Owh, iya bisa, Mas. Cuma pintunya lebih
sering ditutup karena ruangan ini sekret kami. Kenapa gak lewat pintu depan
aja, Mas?”
“Gka ada sensasinya, lewat sini lebih oke
kayaknya.” Rio asal-asalan.
“Owh, silahkan, Mas. Den, buka pintu samping,
mas ini mau lewat.” Perintahnya dengan salah satu di antara mereka yang berada
di dekat pintu.
“Permisi, permisi...” Rio membungkuk lewat
sambil menenteng sepatu tanpa berdosa di depan orang-orang yang sedang rapat.
Haha... Rio baru tahu, tangga belakang
perpustakaan pusat ternyata bukan untuk pintu masuk perpus, melainkan
sekretariat salah satu ormawa di kampusnya. Tanpa dosa, ia melenggang menuju
ruangan di perpus. Wadawww... ini perpustakaan apa labirin? Ia bahkan tak tahu
harus ke kanan atau ke kiri. Terpenting bukan ke depan, soalnya itu pintu
keluar.
Dengan insting yang dirasa jitu, akhirnya ia
memilih jalur kiri. Jalan entah berapa meter, ia menaiki tangga, dan disana ia
menemukan ruangan yang ada bukunya. Dengan percaya diri tingkat tinggi, ia
masuk ruangan dan duduk manis depan seorang cewek manis.
Baru lima menit, ia merasakan keanehan,
saudara-saudari! Ia tak menemukan skripsi bahkan buku-buku pun tak ada. Hanya
sekumpulan tulisan dan sejenis majalah di ruangan ini.
“Mbak, mbak, mau tanya.” Rio memberanikan diri
mengajak cewek di depannya bicara.
Bersambung...........................
from: Annida Online
http://annida-online.com/artikel-8664-likaliku-lakilaki-tak-lakulaku.html
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar