Teringat sebuah
buku tulisan Ustadz Abdullah Gymnastiar yang berjudul “saya tidak ingin kaya ,
tapi saya harus kaya”. Sebuah buku yang banyak menggugah diri untuk bisa
berpenghasilan lebih, dan membuat pola pikir LDK GAMAIS menjadi produktif dalam
menghasilkan uang. Buku ini yang saya pahami adalah bagaimana seorang muslim
harus punya kemandirian atau bahkan keberlimpahan finansial, dengan harapan
bisa mencukupi dirinya dan membantu umat lainnya. Seorang muslim yang kuat secara finansial
tidak akan menyusahkan orang lain, dan dengan kekuatan finansial pula diri ini
dan Islam akan indepeden dan bebas dari intervensi. Dengan menjadi kaya pula,
kekuatan Dakwah akan berkembang dan bisa memberikan pengaruh lebih. Teringat
bagaimana dalam sebuah perperangan di
zaman Rasul, dimana perang tersebut hanya di biayai oleh 2 orang sahabat.
Perperangan yang pastinya sangat mahal, disini menindikasikan bahwa Rasul dan
sahabat-sahabat saat itu adalah orang yang memiliki kekayaan yang besar dan
bisa digunakan untuk dakwah. Maka, tidak heran jika pada masa sayyidina umar
sebagai khalifah, terjadi ekspansi besar-besaran untuk menyebarkan Islam.
Teringat buku
“financial revolution” yang ditulis oleh motivator handal Tung Desem Waringin.
Dalam pelatihan yang beliau laksanakan, dan kebetulan saya mengikutinya, beliau
mengatakan kaya itu adalah bakat. Dalam benak saat itu, saya langsung bertanya
dalam diri “apakah saya punya bakat kaya?”. Lebih lanjut Mr. Tung ( sapaan beliau
di luar negeri ). Mengatakan bahwa bakat seorang yang kaya akan tampak pada
kerja keras, etos kerja yang kuat, disiplin serta pola hidup hemat yang
dijalankan. Banyak buku saat ini bercerita tentang orang sukses, beberapa
mengisahkan bagaimana seseorang yang dulu hanya penjaga toilet , akan tetapi
saat ini menjadi orang terkaya dunia, dan kisah-kisah lainnya.
Memang kaya adalah
bakat, dalam sebuah LDK pun, bakat kaya ini harus di tanamkan. Dimulai dengan
hal yang sederhana tentunya, seperti membuat kader bisa memproduktifkan semua
bidang atau departemen di LDK untuk menghasilkan uang. Agenda kaderisasi harus
surplus, agenda syiar harus jadi lumbung penghasil dana, atau membiasakan kader
selalu berorientasi profit pada setiap agenda dakwah. Begitu pula departemen
ekonomi atau keuangan yang ada, harus bisa berpikir bagaimana membangun aset
yang bisa menjadi mesin uang LDK, membangun jiwa entrepeurner di semua kader,
atau dengan optimalisasi dana dalam setiap kegiatan, kader jangan berpikir
boros terhadap uang-harus hemat-, dengan dana yang cukup bisa menghasilkan
agenda dakwah yang semarak.
Life style kader LDK bisa mengikuti life style para sahabat,
seperti yang kita ketahui sayyidina umar memiliki perkebunan yang luas, atau
Nabi Muhammad yang juga aktif berdagang. Akan tetapi, kenapa dalam sirah nabawiyah selalu dikisahkan akan
sederhananya para sahabat. Atau dalam sebah kisah Rasul berkata “aku tidak bisa
tenang tidur hingga semua harta ku hari ini telah aku berikan kepada umat”.
Disinilah jiwa yang perlu dikembangkan bagi para kader dakwah, seoserang yang
kaya dengan life style sederhana.
Rasul berkata seperti itu karena Rasul sudah punya aset yang bisa menjadi mesin
uang yang dimana besok akan menghasilkan kembali uang untuk dirinya, dan
digunakan kembali untuk berdakwah. Ketika kita meyakini bahwa semua nikmat ini
dari Allah, maka kenapa kita harus takut menginfakannnya di jalan Allah.
Dalam perkembangan
pergerakan dakwah kampus, kekuatan finansial memegang peranan penting terhadap
sukses atau gagalnya sebuah agenda dakwah. Sebuah agenda dakwah bisa berjalan
dengan baik karena adanya faktor dana, dan tidak sedikit pula, agenda dakwah
gagal karena keterbatasan dana. Maka, dengan ini kita bisa sepakat bahwa LDK
butuh dana, dan konsekuensinya adalah LDK harus kaya. Karena dengan uang ini
pula gerak dakwah kita bisa semakin masif.
Sebuah pertanyaan
muncul. Bagaimana LDK mencari dana ?
Pengamatan saya
keliling Indonesia, menilai bahwa LDK saat ini masih mengandalkan sponsorship
ke perusahaan untuk penggalangan dana. Jujur, saya kurang sepakat dengan
pencarian dana dengan sponsorship, selain membunuh jiwa entrepeurner kader, dan
membuat LDK jadi bergantungan, saya berani berkata bahwa sponsorship ini
seperti “pengemis elit”. Secara fakta kita sama saja dengan meminta-minta,
walau dikemas sedemikian hingga tampak elegan dan profesional. Membiasakan
kader meminta ke perusahaan , sama saja menanamkan jiwa event organizer ke kader,
dan ini adalah pembunuhan karakter seorang muslim. Islam mendidik umatnya untuk
menjadi pengusaha, menjadi pedagang. Bukan , peminta-minta atau pengemis ,
seharusnya LDK yang membagi dan memberi uang ke pihak lain karena kekuatan
finansial yang dimiliki.
Lalu harus
bagaimana ?
Mulai lah dengan
membuat sistem mesin uang yang produktif. Lalu mulai dengan membangun aset yang
bisa menghasilkan uang di masa yang akan datang. Sulit memang, tapi karena
sulit itulah kita disebut aktifis dakwah kampus. Membangun paradigma business man dimulai dari sebuah kalimat “uang ada
dimana-mana”. Memang, uang itu ada dimana-mana, dan segala sesuatu yang kita
lihat dan berada di sekililing kita saat ini bisa menjadi penghasil uang.
Manusia hidup dengan berbagai masalah, dan mulailah mencari uang untuk LDK dari
masalah yang biasa dihadapi oleh mahasiswa di kampus anda.
Mahasiswa
seringkali telat bangun, sehingga tidak sempat sarapan sebelum berangkat ke
kampus, LDK bisa berjualan kue atau donut atau mungkin sarapan ringan yang bisa
dikonsumsi oleh mahasiswa di kelas. Jika jaringan “kue” ini berjalan, ini akan
menghasilkan dana yang cukup banyak. Sebutlah, di sebuah kampus terdapat 30
kelas , jika satu kelas saja bisa untuk 5.000 rupiah maka sehari –dengan satu
kali jualan- bisa menghasilkan 150.000 rupiah, jika dirutinkan bisa mencapai
3.000.000 rupiah dengan asumsi 5 hari sepekan untuk kuliah. Dan jangan lupa
beri presentase keuntungan untuk para penjual-yang juga kader-, supaya bisa
menjadi pemasukan juga buat mereka.
Mahasiswa
seringkali malas untuk membeli pulsa di tempat yang jauh, mahasiswa ingin bisa
mengisi pulsa di manapun dia berada, hanya dengan cukup berkata saja atau sms.
LDK bisa bermain di ranah ini, kita mempunyai agen pulsa di setiap kelas.
Keuntungan satu kali transaksi pembelian pulsa dengan nominal berapapun
biasanya 2000 rupiah. Sebutlah kita 30 agen kelas, dan satu kelas terdiri dari
80 orang dan setengahnya ( 40 orang ) adalah pelanggan kita. Maka LDK akan
punya 1200 pelanggan. Dengan asumsi setiap pelanggan melakukan transaksi satu
kali satu bulan, maka setiap bulan LDK akan menghasilkan dana 2.400.000 rupiah.
Besar bukan ? untuk LDK besar, sebutlah GAMAIS ITB yang punya 600-700 kader
aktif, bisa di beri arahan kepada semu kader untuk beli pulsa di counter LDK.
Mahasiswa pun
banyak pergi ke tukang fotokopi untuk mem-fotokopi buku kuliah. LDK bisa
bermain pula dalam hal pelayanan ini. Kerjasama dengan fotokopi tertentu agar
bersedia memberikan harga murah, dan kita menjual nya ke mahasiswa dengan
keuntungan sedikit, sebutlah harga asli dari fotokopi adalah 55 rupiah per
halaman, kita bisa menjual ke mahasiswa 70 rupiah per halaman. 70 rupiah yang
juga cukup murah sebetulnya untuk mahasiswa. Seorang kader bisa aktif dalam
melayani mahasiswa lain di kelasnya sebagai ahli fotokopi, baik fotokopi buku,
bahan kuliah, dan lainnya.
Mahasiswa biasanya
malas membaca buku yang tebal-tebal, mahasiswa lebih senang membaca buku atau
catatan yang tipis dan to the point atau
bahkan dengan hanya membaca soal dan pembahasan soal tahun sebelumnya. LDK di
dukung dengan Lembaga dakwah program studi (jurusan), bisa membuat bundel soal
ujian, yang berisikan soal serta pembahasan UTS dan UAS semua mata kuliah
tahun-tahun sebelumnya, dan dikemas dengan baik, akan menghasilkan dana yang
besar. GAMAIS ITB rutin membuat bundel soal untuk tingkat 1 di ITB ( mata kuliah
tingkat 1 di ITB sama semua ), dan saat ini bundel soal menjadi salah satu
andalan kami dalam menghasilkan uang.
Untuk tahap yang
lebih advance, LDK bisa bermain dalam pembangunan aset,
contoh jasa pelayanan LCD (infokus), memiliki mesin pencetak pin, mesin
percetakan koneksi atau jasa percetakan publikasi, kedai atau warung ( di
Universitas Hasanudin contohnya ), penerbit buku, atau aset-aset lainnya yang
bisa jadi mesin penghasil uang. Memang untuk tahap yang advance ini butuh dana
lebih. Akan tetapi jika kader LDK bisa membuat business plan yang baik, saya yakin banyak pihak yang bersedia
memberikan modal kepada kita.
Hal-hal kecil yang
bisa menghasilkan uang hanya merupakan beberapa contoh, LDK harus mampu
menganalisis dan membuat varian metode untuk menghasilkan uang. Dengan cara
seperti ini, jiwa pengusaha bisa dikembangkan di LDK, dan bakat “kaya” ini
dikembangkan, sebagai lembaga kaderisasi, LDK harus mampu membentuk karakter
kader sesuai dengan kecendrungan ia di masa yang akan datang.
Saudaraku , kader
LDK yang disayangi Allah, kekuatan ekonomi saat in i menjadi kebutuhan mutlak.
LDK harus kaya bukanlah sebuah angan-angan, saya yakin kita semua bisa, dimulai dari
mengubah paradigma “uang ada dimana-mana” lalu melihat peluang yang ada di sekitar.
Kekuatan finansial ini yang membuat LDK independen, mandiri, kuat, dan bisa
melebarkan pengaruh dakwah di kampus.
----------
This article are
right to copy
Ridwansyah yusuf
achmad
Head of gamais itb
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar